Perjalanan Kontroversial Ketua MUI Pekanbaru dan 12 Kepala KUA ke Thailand Disorot Publik

Pekanbaru, GarisKhatulistiwa.com — Keberangkatan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Pekanbaru, Prof. Akbarizan, bersama 12 Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) serta empat staf MUI ke Thailand memicu kehebohan publik.
Perjalanan yang disebut sebagai “penguatan kapasitas kelembagaan” ini justru menimbulkan sejumlah pertanyaan, terutama terkait transparansi dan legalitas anggaran yang digunakan.
Sekretaris MUI Kota Pekanbaru, Erman Gani kepada media menyatakan bahwa kegiatan tersebut tidak menggunakan dana dari MUI Kota Pekanbaru. Namun, hal ini justru menimbulkan pertanyaan lanjutan jika bukan dari anggaran MUI, dari mana sumber dana keberangkatan 17 orang tersebut?
“Apalagi, dalam rombongan itu terdapat 12 pejabat aktif di lingkungan Kemenag Kota Pekanbaru,” ungkap seorang pejabat di Kanwil Kemenag Provinsi Riau yang enggan disebutkan namanya.
Diduga, anggaran keberangkatan berasal dari APBD Kota Pekanbaru. Namun hingga kini, belum ada instansi atau pihak yang secara resmi mengaku membiayai perjalanan tersebut.
Selanjutnya, redaksi telah berupaya menghubungi Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Pekanbaru sebagai atasan langsung para Kepala KUA, untuk mengonfirmasi apakah mereka melakukan perjalanan dinas atau berangkat atas izin cuti pribadi. Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi yang diberikan.
Situasi ini semakin menjadi sorotan karena peraturan yang berlaku mewajibkan izin tertulis dari Presiden atau pejabat yang ditunjuk untuk setiap perjalanan luar negeri yang menggunakan dana APBD, sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 99 Tahun 2019 dan Surat Edaran Mensesneg Nomor B-32/M/S/LN.00/12/2024. Izin tersebut harus diajukan paling lambat tiga minggu sebelum keberangkatan, lengkap dengan uraian urgensi dan manfaat yang jelas untuk kepentingan publik.
“Kalau perjalanan itu dilakukan tanpa izin sesuai regulasi, maka itu masuk kategori ilegal. Kami harap ada klarifikasi resmi, bukan hanya bantahan retoris,” ujar salah satu sumber internal Kementerian Agama Provinsi Riau, dikutip dari www.riauberjaya.com.
Kalangan internal MUI pun menyayangkan langkah yang dinilai minim pertimbangan etis dan moral tersebut. Ustaz Fadhlurrahman menilai, tindakan itu mencoreng citra birokrasi religius yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai transparansi dan akhlak.
“Ini bukan sekadar soal jalan-jalan. Ini soal mentalitas birokrasi religius yang mulai kabur dari nilai akhlak dan transparansi. Rakyat diam bukan berarti tidak tahu,” tegasnya.
Masyarakat kini menanti klarifikasi resmi dari MUI Kota Pekanbaru dan pihak Kementerian Agama terkait perjalanan tersebut. Transparansi penggunaan anggaran publik dan ketaatan terhadap regulasi menjadi hal yang mutlak, terlebih bagi lembaga keagamaan yang diharapkan menjadi teladan moral. (Rima)
Tulis Komentar